Monday, October 10, 2011

Malaysia Disebut Buat Taman Negara di Tanjung Datu


Jakarta - Wilayah perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia di Camar Bulan dan Tanjung Datu, Kalimantan Barat sebenarnya tak ada masalah. Selama ini kedua negara sepakat menggunakan peta Belanda Van Doorn tahun 1906.

"Malayasia pun tak mempermasalahkannya apabila mengacu kepada garis batas peta Belanda Van Doorn tahunn 1906 , peta Sambas Borneo (N 120 E 10908/40 Greenwind) dan peta Federated Malay State Survey tahun 1935," ujar Wakil Ketua Komisi I TB Hasanuddin lewat pesan singkatnya kepada detikcom, Minggu (9/10/2011).

Masalah baru timbul dalam MoU antara team Border Comeete Indonesia dengan pihak Malayasia. Garis batas itu dirubah dengan menempatkan patok-patok baru yang tak sesuai dengan peta tua tersebut di atas.

"Dan akibat kelalaian team ini, Indonesia akan kehilangan 1490 Ha di wilayah Camar Bulan, dan 800 meter garis pantai di Tanjung Datu," terang politisi PDI PPerjuangan ini.

Menurut Hasanuddin, saat ini MoU itu belum diratifikasi oleh Indonesia sehingga pemerintah bisa membatalkannya dan melakukan perundingan ulang. namun ternyata meskipun Indonesia belum meratifikasi MoU tersebut, Malaysia sudah melaukan pencaplokan di wilayah tersebut.

"Sebagai catatan walaupun belum diratifikasi tapi ternyata pemerintah Malayasia telah membuat tempat wisata di Tanjung Datu. Taman Negara Tanjung Datu dan proyek Penyu," imbuhnya.

Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro, telah membantah jika wilayah tersebut telah dicaplok oleh Malaysia karena masih daerah status quo. Menurutnya permasalahan tersebut akan dibahas dalam perundingan Indonesia- Malaysia akhir tahun ini.

"Sebetulnya deerah itu masih dalam satus quo. Yang sedang dirundingkan antara pihak Malaysia dan Indonesia. Jadi tidak benar daerah itu dicaplok oleh Malaysia," kata Purnomo saat menerima detikcom di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra III/8, Jakarta Selatan, Minggu (9/10) malam.

Menurut Purnomo, jika wilayah itu masih status quo maka tidak boleh dilakukan kegiatan-kegiatan fisik yang dilakukan oleh salah satu negara.

"Kita menunggu perundingan itu yang akan dilangsungkan akhir tahun ini. Tapi perundingan itu bisa lama, bisa cepat. Karena ini menyangkut prinsip-prinsip yang dianut negara. Seperti pengalaman kita dengan perbatasan Vietnam pada waktu itu," ujar Purnomo.

Lebih lanjut dia menjelaskan, pangkal masalah kasus ini muncul karena Indonesia dan Malaysia menggunakan alat bukti perbatasan yang berbeda. Jika Indonesia menggunakan Traktat London, maka Malaysia memggunakan batas alur sungai.

"Saya kira untuk wilayah NKRI kita mempunyai dasar daerah yang dulunya negara jajahan Hindia-Belanda yang kini jadi NKRI merupakan suatu konsep yang sah untuk diakui negara lain. Kita menggunakan Traktat London, sedangkan mereka menggunakan pengukuran batas yang menggunakan alur sungai yang digunakan dan diklaim batas tertentu. Tapi kita tolak karena kita menggunakan Traktat yang dibuat pada 1900 an," beber Purnomo.

Sumber : detikhealth.com

No comments:

Post a Comment